Joko Widodo (Jokowi) tetap berkomitmen memberikan subsidi kepada masyarakat meski beban fiskal pemerintah berat. Fokus pemerintah saat ini adalah memastikan masyarakat mendapatkan barang dan energi dengan harga terjangkau.
"Pemerintah berkomitmen memberikan subsidi, baik berkaitan BBM, Pertalite dan Solar, yang berkaitan gas dan listrik. Ini terus kami jaga," kata Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara.
Seperti diketahui, DPR RI telah menyetujui penambahan alokasi dan kompensasi untuk subsidi energi pada 2022. Rinciannya, Rp 71,8 triliun untuk subsidi BBM dan LPG dan Rp 3,1 triliun untuk subsidi listrik.
Hingga April 2022, realisasi belanja negara untuk subsidi BBM dan LPG mencapai Rp 34,8 triliun. Jumlah ini lebih tinggi 50% dibandingkan periode yang sama pada 2021, yakni Rp 23,3 triliun.
Kenaikan subsidi BBM dan LPG merupakan dampak dari kenaikan harga migas di pasar global.
Pemerintah tetap mempertahankan subsidi BBM khususnya jenis Pertalite dan LPG tiga kilogram untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga komoditas.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Edy Priyono mengatakan, Pemerintah sebenarnya bisa saja mencabut subsidi dan melepas BBM jenis Pertalite serta LPG tiga kilogram dengan harga keekonomian demi menjaga stabilitas APBN. Namun, opsi tersebut tidak dipilih, dan pemerintah justru menambah anggaran belanja untuk subsidi energi.
Edy mengatakan, pemerintah sebenarnya menyadari bahwa subsidi energi, khususnya LPG, banyak yang kurang tepat sasaran, karena banyak dinikmati oleh kelas menengah-atas.
Untuk itu, tambah Edy, pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan transformasi skema subsidi, dari subsidi terhadap barang menjadi subsidi terhadap orang atau sistem tertutup.
Di sisi lain, demi menjaga keuangan negara, Jokowi memerintahkan kementerian, lembaga, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar belanja secara efisien. Para menteri juga harus menggenjot produksi barang dalam negeri demi mengurangi impor. Tujuannya agar menjaga ketersediaan barang dan berujung stabilitas harga.
Para menteri juga harus menggenjot produksi barang dalam negeri demi mengurangi impor. Tujuannya agar menjaga ketersediaan barang dan berujung stabilitas harga.
Indonesia juga memiliki sumber daya manusia (SDM) melimpah untuk menggarap peluang dari sektor pertanian dan kelautan. Oleh sebab itu krisis ini harus dijadikan peluang untuk menggarap sektor tersebut.
0 comments:
Posting Komentar