Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan situasi horor yang dialami dunia saat ini. Adalah triple krisis, yang meliputi krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan.
"Kita berbicara mengenai krisis global yang berkaitan dengan krisis pangan, krisis energi, dan juga krisis keuangan. Kita berbagi, sharing mengenai hal-hal yang berkaitan dengan domestik kita, baik yang berkaitan dengan pangan, yang berkaitan dengan energi, dan juga yang berkaitan dengan keuangan," kata Jokowi akhir pekan lalu di Istana Negara, Jakarta.
Situasi global sejatinya sudah memburuk sejak pandemi covid-19. Belum sepenuhnya pulih ada lagi persoalan perang Rusia dan Ukraina yang mengganggu pasokan barang. Hal ini mendorong adanya krisis pangan dan energi di berbagai negara.
Masalah lain muncul ketika lonjakan inflasi melanda negara maju dan berkembang. Seperti Amerika Serikat (AS) mengambil respon dengan kenaikan suku bunga acuan secara agresif, sehingga menimbulkan gejolak besar. Sejarah mencatat, ketika itu terjadi maka beberapa negara alami krisis keuangan.
"Kondisi ini akan berdampak ke stabilitas sistem keuangan dari sektor keuangan dunia, terjadi sekarang outflow, dolar indeks meningkat dan suku bunga bank-bank sentral yang maju seiring kenaikan inflasi," kata Sri Mulyani akhir pekan lalu di kesempatan berbeda.
Dari proyeksi IMF, ekonomi dunia dipangkas menjadi 3,6% pada 2022 dan 2,9% pada 2023. Pemangkasan perkiraan pertumbuhan terbesar diterima oleh Amerika Serikat (AS). Pertumbuhan ekonomi AS diturunkan menjadi 2,3% tahun ini, sementara China dikoreksi menjadi 3,3% dan negara maju 2,5%.
Adapun, Indonesia hanya diturunkan 0,1% menjadi 5,4%, dari proyeksi IMF sebelumnya 5,3% pada April 2022. Pada kuartal II/2022, Sri Mulyani membeberkan sejumlah negara yang ekonominya mengalami koreksi, yaitu AS yang turun menjadi 1,6% dari 3,5% pada kuartal I; Italia terkoreksi 4,2% dari 6,2%; Prancis 4,2% dari 4,8%; Jerman 1,4% dari 3,6% dan China 0,4% dari 4,8%.
"Ini menggambarkan risiko terlihat di pertumbuhan ekonomi kuartal II di negara-negara yang cukup besar dan berpengaruh ke dunia cukup besar," ungkap Sri Mulyani.
Hal yang senada diungkapkan oleh Dody Budi Waluyo dalam Economic Update, CNBC Indonesia. Risiko stagflasi, menurut Dody, akan dialami oleh banyak negara.
Kondisi ini akan berpengaruh besar terhadap perdagangan global dan harga komoditas. Diketahui dua hal tersebut adalah mesin pendorong ekonomi dalam negeri dalam beberapa waktu terakhir, selain peningkatan konsumsi rumah tangga. "Ini akan berpengaruh ke kita," imbuhnya.
0 comments:
Posting Komentar