Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menghitung ulang kemampuan APBN dalam menahan harga BBM jenis Pertalite dan Solar bersubsidi di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia.
Ia menjelaskan harga BBM jenis Pertalite, Pertamax, dan Solar bersubsidi dijual di bawah harga keekonomian. Begitu juga dengan harga LPG dan tarif listrik yang dibebankan ke konsumen.
"Pertalite, Pertamax, Solar, LPG, listrik ini bukan harga yang sebenarnya, bukan harga keekonomian," ungkap Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022, Kamis (18/8).
Ia mengatakan pemerintah telah menggelontorkan Rp502 triliun untuk menahan harga BBM, LPG, dan tarif listrik dengan daya di bawah 3.500 VA pada 2022. Namun, Jokowi khawatir dana tersebut tak cukup sampai akhir tahun.
"Ini harus kita tahu, untuk menahan agar inflasi tidak tinggi (kami menggelontorkan subsidi Rp502 triliun). Tapi apakah terus menerus APBN akan kuat? Ya nanti akan dihitung oleh menteri keuangan," jelas Jokowi.
Dalam kesempatan sebelumnya, Jokowi mengatakan upaya pemerintah untuk menahan harga BBM sebenarnya cukup berat. Jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Singapura dan Jerman, harga BBM di Indonesia masih tergolong murah.
Di Singapura harga bensin mencapai Rp27 ribu per liter. Lalu di Jerman, harga BBM mencapai Rp31 ribu per liter.
"Kita ini Pertalite Rp7.650 (per liter), Pertamax Rp12.500 (per liter). Negara lain sudah jauh sekali. Kenapa harga kita masih seperti ini? Karena kita tahan terus, tapi subsidi makin besar. Sampai kapan kita begini? Ini PR (pekerjaan rumah) kita semua, menahan harga itu berat," kata Jokowi.
Sementara, Sri Mulyani mengatakan alokasi subsidi energi yang sebesar Rp502 triliun rentan jebol jika penyaluran Solar dan Pertalite melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah.
Terpisah, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyebut kemungkinan kenaikan harga Pertalite terbuka mengingat harga minyak dunia sekarang ini cukup tinggi.
Menurut Bahlil, harga minyak mentah jauh di atas asumsi APBN 2022 yang hanya US$63 hingga US$70 per barel.
Saat ini, pemerintah masih menghitung kebutuhan Pertalite sampai akhir 2022. Hasil perhitungan sementara menunjukkan anggaran yang dibutuhkan untuk subsidi BBM mencapai Rp500 triliun sampai dengan Rp600 triliun.
Ia menambahkan kalau ini terjadi APBN lama-lama akan bermasalah. Pasalnya, anggaran Rp500 triliun hingga Rp600 triliun setara 25 persen dari total APBN.
"Jadi tolong teman-teman sampaikan juga kepada rakyat rasa-rasanya sih untuk menahan terus harga BBM seperti sekarang, feeling saya (tidak kuat). Ini tidak sehat. Mohon pengertian baiknya. (Jadi) harus kita siap-siap kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," tutup Bahlil.
0 comments:
Posting Komentar