Melonjaknya harga komoditas dunia, membuat kas negara berlimpah di tahun ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampak senang dengan realisasi atas kinerja APBN 2022.
Geopolitik yang terjadi di Rusia dan Ukraina membuat pasokan global menjadi terhambat. Beruntung Indonesia bisa mengambil kesempatan itu untuk merebut pangsa pasar dunia.
Sebagai penghasil komoditas seperti batu bara, CPO, besi dan baja membuat pendapatan negara cukup berlimpah. Indonesia bak ketiban durian runtuh, yang membuat kas negara ikut 'kecipratan'.
Presiden Jokowi optimistis, defisit APBN 2022 hanya akan mencapai 2,49% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jauh dari target yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN 2022 yang mencapai 4,5% terhadap PDB atau Rp 840,2 triliun.
"Hitungan terakhir kita 2,49%, turun drastis pada saat pandemi. Ini upaya kita agar ekonomi makro kita lebih baik dalam angka," jelas Jokowi dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023
Proyeksi defisit APBN 2022 yang disampaikan Jokowi tersebut juga bahkan jauh lebih rendah dibandingkan realisasi defisit APBN 2021 yang mencapai 3,64% atau Rp 617,4 triliun.
Bukan tanpa alasan proyeksi APBN 2022 bisa di bawah 3%, sebab hingga 14 Desember 2022 saja, pendapatan negara telah mencapai Rp 2.479,9 triliun atau telah terealisasi 109,43% dari target dalam Perpres 98/2022 yang sebesar Rp 2.266,2 triliun.
Berlimpahnya pendapatan negara itu ditopang dari windfall dari komoditas pertambangan yang berhasil diekspor oleh Indonesia.
Secara rinci, penerimaan pajak per 14 Desember 2022 mencapai Rp1.634,36 triliun atau telah mencapai 104,2% dari target penerimaan pajak di dalam Perpres 98/2022, yang sebesar Rp 1.568,9 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut penerimaan pajak hingga 14 Desember 2022 juga meningkat 41,9% dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 1.151,5 triliun. Hal ini didorong oleh sektor pertambangan, akibat adanya booming harga komoditas.
"Tahun lalu terjadi booming komoditas dan berlangsung terus hingga hari ini sehingga penerimaan pajak tumbuhnya tinggi sekali," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Desember 2022, dikutip Rabu (28/12/2022).
Sementara itu, penerimaan bea cukai mencapai Rp 293,08 triliun per 14 Desember 2022 atau 98,1% dari target Perpres 98.
Kemudian, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga mencapai Rp 551,1 triliun. Angka ini meningkat 56,6% dibandingkan dengan tahun lalu dan 114,4% dari target Perpres 98. Setoran dari pertambangan non migas, batu bara, menjadi penopang setelah PNBP tumbuh hingga 134% hingga November 2022.
Dari sisi belanja negara, telah terealisasi sebesar Rp 2.717,6 triliun atau 87,5% dari target belanja yang sebesar Rp 3.106,4 triliun. Terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 954,4 triliun, belanja non K/L Rp 1.013,5 triliun, transfer ke daerah sebesar Rp 749,7 triliun dan belanja pembiayaan investasi Rp 82,05 triliun hingga November 2022.
Adapun pembiayaan hingga 14 Desember menurun drastis menjadi Rp 540,3 triliun hingga 14 Desember 2022, atau turun 24,3% dibandingkan periode yang sama tahun 2021 yang sebesar Rp 713,8 triliun.
Penerbitan SBN (neto) hingga 14 Desember sebesar Rp 540,3 triliun atau turun 24,3% dari periode yang sama tahun lalu. Di sisi pinjaman, hingga 14 Desember nilainya mencapai Rp 8,9 triliun tumbuh 192,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Adapun keseimbangan primer per 14 Desember 2022 mencapai Rp 129 triliun. Kemudian, SiLPA mencapai Rp 232,2 triliun pada 14 Desember 2022.
0 comments:
Posting Komentar